
Tenda sudah aku dirikan didepan pondok tersebut, sementara kedua kawanku belum terlihat sosoknya. Aku kembali memandang lurus ke depan, pada sebuah punggungan besar yang memagari kawasan ini. Cahaya sore hari yang menerpa kawasan ini membuatnya sangat indah dimataku. Rumput yang berwarna kuning yang terbeber diseluruh kawasan ini bak sebuah permadani dengan sulaman emas. Damai.
Cikasur atau alun-alun besar para pendaki maupun penduduk menyebut daerah ini. Suatu daerah dengan ketinggian 2217 mdpl dengan vegetasi padang rumput, hutan edelweis serta pinus dan beberapa pohon-pohonan khas pegunungan. Sebuah sungai yang sangat jernih membelah tubuhnya yang terbaring damai. Daerah ini merupakan salah satu favorit bagi pendaki untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanannya. Selada air yang banyak terdapat disungai tersebut juga membawa daya tarik tersendiri. Bahkan setiap pagi kita dapat bertemu dengan penduduk yang mengambil selada air tersebut untuk dijual. Walaupun dengan harga yang tidak seberapa, mereka rela untuk menembus kegelapan malam dan dingin yang menerpa untuk mengambilnya. Sebuah perjuangan hidup yang terjal seperti terjalnya jalur untuk sampai kecikasur.
Aku memang sengaja berjalan terlebih dahulu diantara kedua kawanku. Aku memang ingin menikmati sepi disini, menikmati setiap belaian angin dan panorama ini. Duduk disini, seperti memandang sebuah lukisan semesta yang sangat indah, dengan bingkai suara-suara alam yang sangat kaya dan memainkan perasaan jiwa. Lukisan yang sempurna. Ah, manusia terkadang lupa bahwa mereka adalah bagian dari alam. Dengan kepongahannya mereka seakan-akan mereka adalah pelukis pelukis jagad ini, bertindak dan merubah apa yang sudah dikehendakkan. Padahal mereka cuma satu titik diantara garis yang membujur dalam kehidupan.
Suara angin yang memainkan rumput-rumputan seolah menari mengiringi langit menurunkan tirainya dan mengantar sang mentari untuk kembali beristirahat. Supaya besok ia dapat bangun dan kembali memberikan cahayanya untuk kehidupan. Memberikan kehangatan setelah dingin berkawan dengan malam. Memberikan harapan bagi setiap insan menjalani langkah perjalanannya.
Aku sangat menyukai tempat ini, mungkin karena berjuta pesona yang ditawarkannya. Sebuah bingkai foto akan sempurna jika memotret tempat ini disore hari. Berlatarkan bekas bangunan ini dan pohon misterius yang berdiri kokoh tidak jauh darinya. Sebuah pohon yang entah mengapa cuma ada tiga buah diseluruh kawasan argopuro ini. Indah.
Keindahan adalah suatu hal yang dapat kita kenang dan mengingatkan diri kita bahwa manusia itu hanyalah bagian dari kecil kehidupan. Yang gampang terhapuskan oleh keagungan alam. Tapi seringkali keindahan juga dijadikan objek pencari uang yang dapat membuat pertengkaran atas diri manusia. Sebuah potret kehausan akan keduniaan ?
Kembali kuhirup kopi pahitku yang semakin dingin, kunyalakan rokok kretek yang menemaniku dalam perjalanan ini. Kuterawang ingatanku akan legenda tempat ini. Perlahan tergambar dihadapanku dua saudara dari negeri Belanda yang asik berburu rusa ditempat ini, membangun tempat ini sebagai rumah mereka, kemudian gambar itu berubah menjadi serdadu jepang yang sedang menyiapkan tempat ini sebagai pangkalan udara diujung timur Jawa.
Yah, daerah ini sudah menjadi saksi akan perjalanan manusia. Seringkali manusia bertindak bahwa seolah ia dapat berumur sangat panjang sehingga mereka bertindak semaunya. Padahal kita tidak pernah bisa menerka sejauh mana umur kita. Kita hanyalah seperti debu yang gampang diterbangkan angin. Seperti rumput-rumputan ini, ia ada karena sudah digariskan dan dikehendakkan. Pernahkah kita tahu kapan ia tumbuh atau mati ? rumput-rumputan ini seharusnya bisa mengajarkan pada manusia bahwa kita adalah bagian dari alam.
Langit sudah berubah semakin kelam, tapi tidak berati suram. Bintang pun sudah mulai menghias cakrawala sedangkan rembulan, entahlah..nampaknya ia masih enggan menampakkan diri dengan cahaya misteriusnya. Warna kuning rumput-rumputan kini semakin hilang. Perlahan dua sosok merapat kearahku. Menyapaku dalam kehangatan. Mungkin malam ini kami akan kembali duduk bersama dalam kepungan malam dan hangatnya api unggun serta persahabatan. Lalu kami akan kembali bercerita tentang episode-episode puisi kehidupan.
Cikasur, Gn. Argopuro Jawa Timur, penghujung Juli 2007
7 komentar:
wahh kata2 bangus bngt adek...!!!ttng arti hidup dan kehidupan
mau dUNk itu pic tempatnya...?? mau bNGTtt kayaknya bagus adeK...
ada ga' dek picnya???
Sementara dirimu berada di tempat indah itu, aku disini membusuk didepan monitor 17 inch, berusaha membuat tulisan yang layak baca bagi para blogger semua, dan setelah berkutat lama, akhirnya jadi juga...tapi kok tetep aja masih gak layak baca...yah apa boleh buat, aku posting aja...memang otakku sudah cukup jamuran dan berkarat rupanya...
Wuah....ini menguak memori saya jauh di belakang sekitar tahun 1995....
Jadi pingin naik ke puncak Dewi Rengganis di Argopuro lagi nih(tapi ketua'an hihihi)...
Kira2 kondisi alamnya sudah banyak berubah nggak ya....
Titip titip deh untuk adik2 yang masih suka naik gunung...untuk ikutan jaga kelestarian alamnya....nggak malah merusak atau mengotorinya...
Memang di sana pemadangannya sangat bagus sekali... Sehingga rasanya tiada kata-kata yang memadai untuk menggambarkanya...
Pemaparan yang bagus ttg alam.
Aku baru tahu nama daerahnya, Cikasur?
deskripsi yang mantab bangettt bang!!!
rangkaian kata sangat nyaman dibaca
uwaaa...pemilihan kata katanya bagus banget..gak kayak aku..hahaha..............
coretane sih keren tapi wonge gak keren blass..he..he
Posting Komentar