
Mbok Ti, wanita penjual gorengan di perempatan mangli itu, kini sedang terbaring lemas, ia sakit. Sudah tiga hari ini tubuhnya didera panas yang berkepanjangan. Diagnosa mantri tetangga rumahnya menyatakan ia terkena penyakit typus. Penyakit yang entah kenapa menjadi "in" di kota ini sejak dua bulan yang lalu. Mbok Ti tak berdaya, saat sang mantri menyuruh ia opname di salah satu bilik sebuah rumah sakit, ketidakperdayaan akibat harga obat-obatan yang seolah menjadi penjajah bagi kaum sepertinya. Mbok Ti, potret wanita tegar yang banyak dikagumi oleh pelanggannya itu kini terbaring sakit.
"Bukankah negeri ini sudah merdeka ?" tanya batinnya.
Mbok Ti, hanya "rawat jalan" dirumahnya saja dengan obat-obatan tradisional yang ia bikin sendiri, warisan ilmu dari ibunya dahulu.
Sore itu, Nardi seorang anak kota yang menjadi salah satu pelanggannya, penyuka pisang goreng dan bakwan bikinannya datang menjenguknya. Dirumahnya, di satu sudut kampung, diantara desakan bangunan mewah yang semakin menghimpitnya.
"Mbok, kenapa mbok selalu kelihatan tegar menghadapi cobaan atas sakit yang mbok derita ini ?" Nardi, si anak kota melepaskan sebuah pertanyaan kepadanya.
"Di..jadi manusia itu harus selalu bersyukur terhadap limpahan nikmat yang diperolehnya," kata Mbok Ti dengan tatapan matanya yang seolah menembus kalbu, menyejukkan sanubari
"Lha, tapi kenapa mbok?" ulang Nardi kembali. Si anak kota itu memang benar-benar mengagumi terhadap sesosok wanita tua itu atas ketegaran hidupnya
"Di..manusia pada saat ia sehat, didalam benaknya tidak pernah tertanam akan suatu hal yang namanya sakit. Hal itu akan membuat manusia selalu ingin mencapai ambisinya, mencapai obsesinya saat ia sehat....."
"Di..sebaliknya saat manusia itu sakit keras, dalam pikirannya tidak pernah terlintas tentang sehat. Hal itulah yang akhirnya membuat manusia selalu diliputi akan kecemasan, kegelisahan, putus asa dan semangat hidupnya yang terpenjara....."
"Di..hidup itu teruslah berputar, jika ini sudah diatur sama yang Kuasa, maka aku selalu menerima dengan keiklasan hati, berjuang untuk sehat kembali, tidak menyerah terhadap hal ini...bukan aku harus "ngresulo" kepada yang Kuasa..dosa itu namanya.."
"Di..segala yang didunia ini adalah titipan yang Kuasa, kita cuma dititipi saja..tubuh ini, harta, anak, dan yang lainnya milik yang Kuasa..jadi kalo sewaktu-waktu diminta,kita harus legowo, siap..nah, karena ini adalah barang titipan, kita harus menjaganya baik-baik, dirawat..."
Sore itu, lukisan senja keemasan tercipta dan menerangi pikiran nardi, akan ketegaran dan keikhlasan sifat seorang manusia, seorang yang semakin ia kagumi..dan senja itu pun membuka mata hatinya lebih dalam..
"Bukankah negeri ini sudah merdeka ?" tanya batinnya.
Mbok Ti, hanya "rawat jalan" dirumahnya saja dengan obat-obatan tradisional yang ia bikin sendiri, warisan ilmu dari ibunya dahulu.
Sore itu, Nardi seorang anak kota yang menjadi salah satu pelanggannya, penyuka pisang goreng dan bakwan bikinannya datang menjenguknya. Dirumahnya, di satu sudut kampung, diantara desakan bangunan mewah yang semakin menghimpitnya.
"Mbok, kenapa mbok selalu kelihatan tegar menghadapi cobaan atas sakit yang mbok derita ini ?" Nardi, si anak kota melepaskan sebuah pertanyaan kepadanya.
"Di..jadi manusia itu harus selalu bersyukur terhadap limpahan nikmat yang diperolehnya," kata Mbok Ti dengan tatapan matanya yang seolah menembus kalbu, menyejukkan sanubari
"Lha, tapi kenapa mbok?" ulang Nardi kembali. Si anak kota itu memang benar-benar mengagumi terhadap sesosok wanita tua itu atas ketegaran hidupnya
"Di..manusia pada saat ia sehat, didalam benaknya tidak pernah tertanam akan suatu hal yang namanya sakit. Hal itu akan membuat manusia selalu ingin mencapai ambisinya, mencapai obsesinya saat ia sehat....."
"Di..sebaliknya saat manusia itu sakit keras, dalam pikirannya tidak pernah terlintas tentang sehat. Hal itulah yang akhirnya membuat manusia selalu diliputi akan kecemasan, kegelisahan, putus asa dan semangat hidupnya yang terpenjara....."
"Di..hidup itu teruslah berputar, jika ini sudah diatur sama yang Kuasa, maka aku selalu menerima dengan keiklasan hati, berjuang untuk sehat kembali, tidak menyerah terhadap hal ini...bukan aku harus "ngresulo" kepada yang Kuasa..dosa itu namanya.."
"Di..segala yang didunia ini adalah titipan yang Kuasa, kita cuma dititipi saja..tubuh ini, harta, anak, dan yang lainnya milik yang Kuasa..jadi kalo sewaktu-waktu diminta,kita harus legowo, siap..nah, karena ini adalah barang titipan, kita harus menjaganya baik-baik, dirawat..."
Sore itu, lukisan senja keemasan tercipta dan menerangi pikiran nardi, akan ketegaran dan keikhlasan sifat seorang manusia, seorang yang semakin ia kagumi..dan senja itu pun membuka mata hatinya lebih dalam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar